Pagi yang cerah menyelimuti lapangan hijau bola kaki SMA Xaverius 1 Palembang, Selasa (28/10/2025). Hembusan angin membawa kibaran bendera Merah Putih yang gagah berdiri di tengah lapangan. Suasana terasa berbeda: penuh semangat, haru, dan kebanggaan. Hari itu, seluruh siswa kelas X dan XI mengenakan seragam rapi, berdiri tegak mengikuti upacara memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-97 dengan tema “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu.”
Sementara di sisi lain, para siswa kelas XII sedang menghadapi uji coba Tes Kemampuan Akademik (TKA) di laboratorium komputer — seolah menjadi simbol bahwa semangat juang pemuda bisa hadir dalam banyak bentuk: di lapangan, di ruang belajar, dan di dalam hati setiap insan muda Indonesia.
Tegak Bersama Merah Putih
Di tengah barisan petugas upacara, wajah-wajah muda penuh semangat tampak bersinar. Gerardo, siswa yang dipercaya menjadi pemimpin upacara, berdiri tegap di pusat barisan. “Saya merasa bangga mendapatkan kesempatan ini,” ujarnya setelah upacara usai. “Menjadi pemimpin upacara bukan hanya soal memberi komando, tapi melatih kepercayaan diri dan rasa tanggung jawab.”

Tak jauh darinya, Chynta, sang protokol upacara, mengaku sempat gugup. “Rasanya campur aduk, antara senang dan tegang. Tapi saya harus tetap percaya diri, karena kalau salah baca, semua akan melihat,” katanya.
Sementara di bawah tiang bendera, tiga siswa tangguh, Keenan, Zefanya, dan Yeremia, melaksanakan tugas sakral: mengibarkan Sang Merah Putih. “Tangan saya sempat gemetaran,” tutur Keenan, “tapi saya kuatkan diri. Saat bendera mulai naik, rasa gugup itu langsung hilang, berganti dengan bangga.”
Zefanya menambahkan, “Yang paling menantang itu menjaga senyum dan langkah yang seirama dengan teman di kanan-kiri.”
Sedangkan Yeremia, yang sudah berpengalaman, mengakui, “Saya tetap gugup meski sudah pernah bertugas. Tapi latihan dan kerja sama membuat semuanya berjalan lancar.”
Suara yang Menghidupkan Semangat
Dalam setiap upacara, ada suara-suara yang menghidupkan makna. Mutiara, pembaca UUD 1945, menegaskan pentingnya memahami isi konstitusi bangsa. “Membaca UUD 1945 itu bukan formalitas. Di dalamnya ada nilai perjuangan dan tanggung jawab yang harus dijaga oleh generasi muda,” ujarnya.
Sementara Nayla, pembawa teks Pancasila, mengaku merasakan kehormatan besar. “Membawakan dasar negara di hadapan seluruh warga sekolah membuat saya bangga. Seolah saya sedang menjaga nilai-nilai luhur para pendiri bangsa,” ungkapnya.
Lalu tiba momen paling sakral, pembacaan teks Sumpah Pemuda oleh Charissa. Suaranya lantang, penuh makna, seolah menggema ke setiap sudut lapangan. “Saya kagum pada semangat pemuda zaman dulu,” katanya. “Sumpah Pemuda bukan sekadar sejarah, tapi pengingat agar generasi sekarang terus berjuang untuk Indonesia.”
Dan akhirnya, Andien, dengan suara lembut dan penuh khidmat, memimpin doa penutup. “Saya berdoa agar pemuda Indonesia menjadi pribadi yang tangguh, jujur, dan mampu menjaga persatuan,” katanya. Kata-kata itu terasa menggema di hati setiap peserta upacara.
Menyala Kembali, Semangat 1928
Upacara berakhir dengan baik dan lancar, namun semangatnya belum padam. Di wajah-wajah muda SMA Xaverius 1 terlihat pancaran kebanggaan, mereka tidak sekadar memperingati hari bersejarah, tetapi menghidupi maknanya.
Di tengah derasnya arus digital dan tantangan zaman, semangat Sumpah Pemuda menemukan bentuk barunya: dalam kejujuran, kerja keras, rasa hormat, dan cinta tanah air yang nyata di setiap tindakan kecil.

Generasi muda hari ini bukan lagi sekadar penerus, mereka adalah penyala baru obor bangsa. Dan pagi ini, di lapangan hijau SMA Xaverius 1 Palembang, obor itu kembali menyala terang.*** (Ignas)