Gemerlap lampu, dentuman musik tradisional yang berpadu dengan semangat modern, serta ribuan pasang mata yang tertuju ke panggung utama GOR Jakabaring Palembang menjadi saksi bagi langkah seorang remaja bernama Mutiara Fryscha Chrisytha Larumunde, siswi kelas XIIA3.2 SMA Xaverius 1 Palembang. Minggu, 5 Oktober 2025, menjadi hari yang tak akan ia lupakan, hari di mana ia menjadi bagian dari “Ceremony Glory” Nusantara, pertunjukan kolosal pembuka Pekan Olahraga Nasional Korpri 2025.
Dari Audisi hingga Panggung Besar
Bagi Mutiara, perjalanan menuju panggung itu tidak mudah. Dari 350 peserta audisi, hanya 100 penari inti yang terpilih, dan ia salah satunya. Proses latihan berlangsung selama seminggu penuh, padat di tengah kewajiban sekolah yang tetap harus dijalankan. “Sangat melelahkan,” aku Mutiara, “karena jadwal sekolah padat, tapi di balik itu ada suka dan duka. Saya mendapat banyak teman baru dan belajar untuk tetap bertanggung jawab terhadap tugas di sekolah.”
Kelelahan itu seolah terbayar lunas ketika tirai panggung terbuka. Dalam kostum berwarna-warni yang menggambarkan keberagaman Nusantara, Mutiara menari bersama ratusan rekan lainnya di hadapan ribuan penonton dan tamu undangan nasional.
“Saya sangat senang dan bangga bisa tampil di panggung besar Opening Pornas Korpri,” katanya dengan mata berbinar. “Apalagi bisa satu panggung dengan penyanyi Tabola Bale yang sedang hits. Itu pengalaman baru yang tak ternilai.”
Rasa Bangga dalam Setiap Gerak
Dari sekian banyak bagian tari yang ia tampilkan, Mutiara paling terkesan saat membawakan tarian Gending Sriwijaya, ikon budaya Sumatera Selatan. “Rasanya luar biasa bisa memperkenalkan tarian dari daerah sendiri di hadapan begitu banyak orang,” tuturnya. Dalam momen itu, gerak tubuhnya seolah menjadi bahasa yang menyatukan: antara tradisi dan modernitas, antara daerah dan bangsa.
Lebih dari sekadar tampil, Mutiara menemukan makna yang lebih dalam. Ia melihat tari sebagai wujud persaudaraan dan semangat kebersamaan Nusantara. “Kami menarikan tarian dari berbagai wilayah, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Betawi. Semua berbeda, tapi menyatu di satu panggung. Dan yang menonton pun datang dari berbagai daerah. Itu membuat saya sangat senang,” ungkapnya.
Menari untuk Jiwa, Belajar untuk Masa Depan
Meski mengakui cintanya pada dunia tari, Mutiara tetap berpijak realistis. Ia bermimpi melanjutkan studi ke Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), mengambil jurusan Hukum, namun tetap ingin menari sebagai ekspresi jiwa dan hobi yang tak akan ditinggalkan. “Saya ingin ikut sanggar di Jogja nanti, karena kesenian di sana sangat dijaga dan dihargai,” katanya dengan nada penuh semangat.
Gerak yang Menginspirasi
Kisah Mutiara adalah cermin dari banyak generasi muda yang berjuang menyeimbangkan cita-cita akademik dan bakat seni. Dari panggung besar Jakabaring, ia belajar tentang disiplin, tanggung jawab, dan cinta tanah air. Tari baginya bukan sekadar gerak tubuh, melainkan cara menuturkan cerita bangsa dan merayakan keberagaman.
Dalam langkah gemulai dan senyum yang tulus, Mutiara mengajarkan kita satu hal sederhana namun mendalam: bahwa seni adalah bahasa universal untuk merayakan persatuan, dan di setiap gerak, ada kisah tentang semangat muda yang tak pernah padam. *** (Ignas)