Di tengah kesibukan siswa kelas XI, nama Theresa Nauri dari kelas XIA.1.1.1 mencuri perhatian lewat prestasinya yang membanggakan: Juara 1 Lomba Literasi dan Menulis SMA 2025. Tak hanya karena kemenangannya, tetapi juga karena semangat dan pemikiran matang yang ia tuangkan dalam karyanya berjudul Analisis Peran Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat sebagai Upaya Penguatan Karakter Peserta Didik di Tengah Tantangan Kenakalan Remaja Provinsi Sumatera Selatan.
Perjalanan menuju kemenangan itu bermula secara sederhana. “Saya diajak sama Ibu Mida untuk ikut lomba pada 23 Oktober,” kenangnya. Waktu yang diberikan begitu singkat, hanya enam hari hingga tenggat pengumpulan 29 Oktober. Namun, dengan tekad dan kemandirian yang kuat, Theresa berhasil menyelesaikan tulisannya tepat waktu. “Untungnya selesai sebelum batas waktu,” ujarnya sambil tersenyum lega.
Setelah karya dikumpulkan, proses belum berakhir. Theresa menunggu hasil penilaian pada 3 November, dan tak lama kemudian ia dinyatakan lolos ke babak final pada 5–6 November. Di tahap itu, ia harus memresentasikan jurnalnya dan menjawab pertanyaan juri, layaknya sidang karya ilmiah sungguhan.
Tema yang ia angkat bukan tanpa alasan. Theresa prihatin dengan tingginya angka kenakalan remaja di Sumatera Selatan, yang menurutnya dapat memengaruhi lingkungan sekolah dan masa depan generasi muda. Ia melihat gerakan 7 kebiasaan anak Indonesia hebat sebagai upaya konkret untuk membentuk karakter yang tangguh, disiplin, dan bertanggung jawab. “Nilai yang paling ditekankan adalah tanggung jawab dan kemandirian, karena dua hal itu pondasi penting membangun karakter anak bangsa,” jelasnya.
Theresa mencontohkan penerapan nilai-nilai itu dalam kehidupan sehari-hari, seperti menjaga kebersihan kelas, tidak terlambat ke sekolah, dan menyelesaikan tugas tanpa disuruh. Sebagai anggota aktif OSISKA, ia belajar langsung arti kerja sama dan tanggung jawab dalam organisasi.
Namun, kemenangan tidak datang dengan mudah. Ia mengaku tantangan terbesar adalah mengumpulkan data akurat dalam waktu singkat dan mengatasi rasa gugup saat tampil di depan juri. “Peserta dituntut mampu menjelaskan ide dengan bahasa yang jelas dan meyakinkan,” katanya.

Bagi Theresa, lomba ini bukan sekadar kompetisi, tetapi perjalanan pembelajaran. Ia belajar meneliti, berpikir kritis, berkomunikasi dengan percaya diri, dan menjadi lebih peka terhadap persoalan sosial di sekitarnya. “Pengalaman ini berharga sekali. Selain bisa menyalurkan ide, saya juga merasa ikut berkontribusi membangun karakter generasi muda lewat tulisan,” ungkapnya penuh syukur.
Kemenangan Theresa menjadi bukti bahwa literasi bukan hanya soal menulis, melainkan tentang berpikir, beraksi, dan menginspirasi. Dari lomba ini, ia menunjukkan bahwa generasi muda Sumatera Selatan mampu menjawab tantangan zaman dengan pena dan gagasan yang bermakna. *** (Ignas)