
SETIAP pribadi hendaknya mengimani dan menghayati imannya dalam praksis hidupnya. Iman terus bertumbuh dan berkembang ketika imannya dihidupi.
Sebagai pelajar yang beragama Katolik, Brigita Astrid (siswi kelas XI MIPA 3) mengungkapkan penghayatan imannya dalam sebuah refleksi ini.
Kesaksian
Saya, Brigita beragama Katolik. Sebagai seseorang yang beragama Katolik saya harus mengakui iman saya. Di sini saya bersaksi bahwa di mana pun saya berada – baik dalam komunitas minoritas maupun ketika berada dalam komunitas mayoritas – saya harus mengakui iman saya dan tidak menutup mata untuk bertoleransi dengan sesama.
Salah satu pengalaman yang pernah terjadi kepada saya yaitu, pernah saya berada dalam suatu kelompok mayoritas beragama Islam. Namun saya melihat beberapa orang dalam kelompok tersebut ada yang memakai kalung salib dan beberapa memiliki nama Katolik.
Tanda Salib
Namun saya berasumsi bahwa orang tersebut beragama Kristen Protestan karena tidak melakukan tanda salib sebelum dan sesudah berdoa dan saya berpikir bahwa hanya saya orang Katolik di kelompok itu.
Ketika kami di kelompok itu sudah saling berkomunikasi satu sama lain, saya baru mengetahui bahwa ternyata bukan hanya saya yang beragama Katolik namun ada beberapa orang. Saya heran mengapa saya tidak melihat satu pun yang melakukan tanda salib sebelum dan sesudah berdoa.

Dari sini saya melihat bahwa tidak ada yang salah ketika kita mengakui iman kita, yaitu ketika saya melakukan tanda salib dalam kelompok tersebut. Tidak ada yang meributkan hal tersebut dan tidak apa-apa selama kita saling bertoleransi, menghormati dan mengedepankan penghargaan satu sama lain.
Teladan orangtua
Di atas semuanya itu, alasannya karena orang tua saya selalu mengajarkan saya untuk selalu ingat Tuhan dan mengandalkan Tuhan dalam setiap perjalanan kehidupan saya.
Sejak kecil saya juga selalu diikutkan dalam kegiatan rohani seperti misdinar, sekolah minggu, dan tugas koor atau paduan suara, serta melakukan doa bersama keluarga.
Jujur, saya juga pernah tidak melakukan tanda salib dalam kelompok minoritas, namun semakin dewasa saya belajar untuk tetap mengakui iman saya, di mana pun saya berada.*** (Ignas)